CERPEN, NOVEL DAN HIKAYAT
A. Definisi Cerpen
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1997:186-187), Cerita
Pendek adalah karya sastra yang berupa kisahan pendek (kurang dari
10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan
diri pada satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu ketika).
Berdasarkan pengertian di atas, cerita pendek mengisahkan kehidupan sang
tokoh yang berada dalam satu peristiwa atau satu kejadian. Tokoh yang
dikisahkan dapat berupa tokoh imajinatif atau tokoh nyata yang dekat
dengan kehidupan pengarangnya.
B. Definisi Novel
Secara hakiki, novel merupakan karangan prosa yang panjang, mengandung
rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekitarnya
serta menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Biasanya, cerita dalam
novel dimulai dari peristiwa atau kejadian terpenting yang dialami oleh
tokoh cerita, yang kelak mengubah nasib kehidupannya.
Berbeda dengan cerita pendek, yang umumnya berkisah tentang perilaku
sesaat sang tokoh ketika ia menghadapi suatu peristiwa atau kejadian
pada suatu ketika. Untuk lebih memahami perbedaan antara cerita pendek
dan novel, berikut ini disajikan karakeristik kedua karya sastra (prosa
narasi) tersebut
C. Unsur-unsur Cerpen atau Novel
1. Unsur Intrinsik Cerpen atau Novel
a. Penokohan
Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan
dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud
manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan
(Panuti Sudjiman, 1988:16).
Tokoh merupakan bagian atau unsur dari suatu kebutuhan artistik yaitu
karya sastra yang harus selalu menunjang kebutuhan artistik itu, Kennye
dalam Panuti Sudjiman (1966:25).
Penokohan dalam cerita rekaan dapat diklasifikasikan melalui jenis
tokoh, kualitas tokoh, bentuk watak dan cara penampilannya. Menurut
jenisnya ada tokoh utama dan tokoh bawahan. Yang dimaksud dengan tokoh
utama ialah tokoh yang aktif pada setiap peristiwa, sedangkan tokoh
utama dalam peristiwa tertentu (Stanton, 1965:17).
Ditinjau dari kualitas tokoh, ada tokoh yang berbentuk datar dan tokoh
yang berbentuk bulat. Adapun tokoh yang berbentuk datar ialah tokoh yang
tidak memiliki variasi perkembangan jiwa, karena sudah mempunyai
dimensi yang tetap, sedangkan tokoh yang berbentuk bulat ialah tokoh
yang memiliki variasi perkembangan jiwa yang dinamis sesuai dengan
lingkungan peristiwa yang terjadi. Biasanya tokoh yang berbentuk datar
itu pada dasarnya sama dengan tokoh tipologis, dan tokoh yang berbentuk
built disebut tokoh psikologis. Dengan demikian tokoh tipologis juga
berarti tokoh yang tidak banyak mempersoalkan perkembangan jiwa atau
tidak mengalami konflik psikis, karena sudah mempunyai personalitas yang
mapan. Sedangkan tokoh psikologis adalah tokoh yang tidak memiliki
persoanlitas yang mapan dan selalu dinamis (Kuntowijaya dalam Pradopo
dkk, 11984:91).
Jika dilihat dari cara menampilkan tokohnya ada yang ditampilkan dengan
cara analitik dan dramatik. Penampilan secara anlitik adalah pengarang
langsung memaparkan karakter tokoh, misalnya disebutkan keras hati,
keras kepala, penyayang dan sebagainya. Sedangkan penampilan yang
dramatik, karakter tokohnya tidak digambarkan secara langsung, melainkan
disampaikan melalui; (1) pilihan nama tokoh, (2) penggambaran fisik
atau postur tubuh, dan (3) melalui dialog (Atar Semi, 1984:31-32).
Sering dapat diketahui bahwa cara pengarang menggambarkan atau
memunculkan tokohnya dengan berbagi cara. Mungkin cara pengarang
menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya di alam mimpi, pelaku
memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, pelaku
memiliki cara yang sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya,
maupun pelaku egois, kacau dan mementingkan diri sendiri (Bouton dalam
Aminuddin, 1984).
Penyajian watak tokoh yang dihadirkan pengarang tentunya melahirkan
karakter yang berbeda-beda pula, antara tokoh yang satu dengan tokoh
yang lain. Cara mengungkapkan sebuah karakter dapat dilakukan melalui
pernyataan langsung, melalui peristiwa, melalui percakapan, melalui
menolong batin, melalui tanggapan atas pernyataan atau perbuatan dari
tokoh-tokoh lain dan melalui kiasan atau sindiran. Suatu karakter
mestinya harus ditampilkan dalam suatu pertalian yang kuat, sehingga
dapat membentuk kesatuan kesan dan pengertian tentang personalitas
individualnya. Artinya, tindak-tindak tokoh tersebut didasarkan suatu
motivasi atau alasan-alasan yang dapat diterima atau setidak-tidaknya
dapat dipahami mengapa dia berbuat dan bertindak demikian (Atar Semi,
1988:37-38). Penokohan atau perwatakan adalah pelukisan tokoh cerita,
baik keadaan lahir maupun batinnya termasuk keyakinannya, pandangan
hidupnya, adat-istiadat, dan sebagainya. Yang diangkat pengarang dalam
karyanya adalah manusia dan kehidupannya. Oleh karena itu, penokohan
merupakan unsur cerita yang sangat penting. Melalui penokohan, cerita
menjadi lebih nyata dalam angan pembaca.
Ada tiga cara yang digunakan pengarang untuk melukiskan watak tokoh
cerita, yaitu dengan cara langsung, tidak langsung, dan kontekstual.
Pada pelukisan secara langsung, pengarang langsung melukiskan keadaan
dan sifat si tokoh, misalnya cerewet, nakal, jelek, baik, atau berkulit
hitam. Sebaliknya, pada pelukisan watak secara tidak langsung, pengarang
secara tersamar memberitahukan keadaan tokoh cerita.
Watak tokoh dapat disimpulkan dari pikiran, cakapan, dan tingkah laku
tokoh, bahkan dari penampilannya. Watak tokoh juga dapat disimpulkan
melalui tokoh lain yang menceritakan secara tidak langsung. Pada
Pelukisan kontekstual, watak tokoh dapat disimpulkan dari bahasa yang
digunakan pengarang untuk mengacu kepada tokoh.
b. Alur
Pengertian alur dalam cerita pendek atau dalam karya fiksi pada umumnya
adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa,
sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam
suatu cerita (Aminuddin, 1987:83).
Alur atau plot adalah rentetan peristiwa yang membentuk struktur cerita,
dimana peristiwa tersebut sambung sinambung berdasarkan hukum
sebab-akibat (Forster, 1971:93).
Alur adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun
sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan
bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi (Atar Semi, 1988:43-46). Alur
merupakan kerangka dasar yang amat penting. Alur mengatur bagaimana
tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana satu
peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa lain, bagaimana tokoh
digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu yang semuanya terikat dalam
suatu kesatuan waktu.
Urutan peristiwa dalam karya sastra belum tentu merupakan peristiwa yang
telah dihayati sepenuhnya oleh pengarang, akan tetapi mungkin hanya
berasal dari daya imajinasi. Begitu pula urutan peristiwa itu jumlahnya
belum tentu sama dengan pengalaman yang dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, urutan peristiwa yang demikian tidak lain
hanyalah dimaksudkan untuk mendekatkan pada masalah yang dikerjakan
terhadap tujuan dalam karya sastra.
Sehubungan dengan penjelasan tersebut di atas menurut tasrif ada lima
hal yang perlu diperhatikan pengarang dalam membangun cerita, yaitu :
(1) situation, yakni pengarang mulai melukiskan suatu keadaan, (2)
generating circumstances, yaitu peristiwa yang bersangkutan-paut, (3)
ricing action, keadaan mulai memuncak, (4) climax, yaiut peristiwa
mencapai puncak, dan (5) document, yaitu pengarang telah memberikan
pemecahan persoalan dari semua peristiwa.
Dari kelima bagian tersebut jika diterapkan oleh pengarang secara
berurutan no 1-5, maka disebut sebagai alur lurus (progresif), sedangkan
apabila penerapan itu dimulai dari tengah atau belakang disebut sebagai
alur balik (regresif).
Di samping kedua bentuk alur tersebut, ada pula alur yang disebut alur
gabungan. Dalam alur ini dipergunakan sebagian alur lurus dan sebagian
lagi alur sorot balik. Meskipun demikian gabungan dua alur itu juga
dijalin dalam kesatuan yang padu, sehingga tidak menimbulkan kesan
adanya dua buah cerita atau peristiwa yang terpisah, baik waktu atau pun
tempat kejadiannya (Suharianto, 1982:29).
Ditinjau dari padu tidaknya alur dalam sebuah cerita, maka alur dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yakni alur rapat dan alur renggang. Dalam
alur rapat hanya tersaji adanya pengembangan cerita pada satu tokoh
saja, sehingga tidak timbul pencabangan cerita, akan tetapi apabila ada
pengembangan tokoh lain selain tokoh utama, maka terjadilah alur
renggang atau terjadi pencabangan cerita.
Dari beberapa batasan di atas jelas masing-masing alur mempunyai
keistimewaan sendiri. Alur lurus dapat memberikan kemudahan bagi pembaca
untuk menikmati cerita dari awal sampai akhir cerita. Akan tetapi lain
halnya dengan alur sorot balik (flash back). Alur ini dapat mengejutkan
pembaca, sehingga pembaca dibayangi pertanyaan apa yang terjadi
selanjutnya dan bermaksud apa pengarang menyajikan kejutan seperti itu.
Dengan demikian pembaca merasa terbius untuk membacanya sampai tuntas.
Dikatakan alur yang berhasil, jika alur yang mampu menggiring pembaca
menyelusuri cerita secara keseluruhan, tidak ada bagian yang tidak
ditinggalkan yang dianggap tidak penting.
c. Latar
Menurut pendapat Aminuddin (1987:67), yang dimaksud dengan setting/latar
adalah latar peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat, waktu
maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis.
Lebih lanjut Leo Hamalian dan Frederick R. Karel menjelaskan bahwa
setting dalam karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa,
suasana serta benda-benda dalam lingkungan tertentu, melainkan juga
dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran,
prasangka maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi suatu
problema tertentu. Setting dalam bentuk terakhir ini dapat dimasukkan ke
dalam setting yang bersifat psikologis (Aminuddin, 1987:68).
Secara rinci Tarigan (1986:136) menjelaskan beberapa maksud dan tujuan pelukisan latar sebagai berikut :
2) Latar yang dapat dengan mudah dikenal kembali dan dilukiskan dengan
terang dan jelas serta mudah diingat, biasanya cenderung untuk
memperbesar keyakinan terhadap tokoh dan gerak serta tindakannya.
3) Latar suatu cerita dapat mempunyai relasi yang lebih langsung dengan arti keseluruhan dan arti umum dari suatu cerita.
4) Latar mempunyai maksud-maksud tertentu yang mengarah pada penciptaan atmosfir yang bermanfaat dan berguna.
Selain menjelaskan fungsi latar sebagai penggambaran tempat (ruang) dan
waktu, latar juga sangat erat hubungannya dengan tokoh-tokoh cerita,
karena tentangnya dapat mengekspresikan watak pelaku (Wellek, 1962:221).
Penggambaran latar yang tepat akan mampu memberikan suasana tertentu
dan membuat cerita lebih hidup. Dengan adanya penggambaran latar
tersebut segala peristiwa, keadaan dan suasana yang dilakukan oleh para
tokoh dapat dirasakan oleh pembaca.
d. Sudut Pandang
Cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya
disebut sudut pandang, atau biasa diistilahkan dengan point of view
(Aminuddin, 1987:90). Pendapat tersebut dipertegas oleh Atar Semi
(1988:51) yang menyebutkan istilah sudut pandang, atau point of view
dengan istilah pusat pengisahan, yakni posisi dan penobatan diri
pengarang dalam ceritanya, atau darimana pengarang melihat
peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita itu.
Sudut pandang membedakan kepada pembaca, siapa menceritakan cerita, dan
menentukan struktur gramatikal naratif. Siapa yang menceritakan cerita
adalah sangat penting, dalam menentukan apa dalam cerita, pencerita yang
berbeda akan melihat benda-benda secara berbeda pula (Montaqua dan
Henshaw, 1966:9).
Lebih lanjut Atar Semi (1988:57-58) menegaskan bahwa titik kisah
merupakan posisi dan penempatan pengarang dalam ceritanya. Ia membedakan
titik kisah menjadi empat jenis yang meliputi : (1) pengarang sebagai
tokoh, (2) pengarang sebagai tokoh sampingan, (3) pengarang sebagai
orang ketiga, (4) pengarang sebagai pemain dan narrator.
e. Gaya
Gaya adalah cara pengarang menampilkannya dengan menggunakan media
bahasa yang indah, harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana
yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Aminuddin,
1987:72). Hal demikian tercermin dalam cara pengarang menyusun dan
memilih kata-kata, tema dan dalam memandang tema atau persoalan,
tercermin dalam pribadi pengarangnya. Oleh Karena itu unsur cerita
sebagaimana tersebut di muka baru dapat sempurna apabila disampaikan
dengan gaya tertentu pula, karena gaya dalam karya sastra adalah bahasa
yang dipergunakan oleh pengarang (Suhariyanto, 1982:37).
Sehubungan dengan pembahasan ini pemberian gaya akan ditinjau melalui
dua sudut, yaitu gaya bahasa dan gaya bercerita, karena pengertian gaya
umumnya dapat dirumuskan sebagai cara pengarang menggambarkan cerita
agar cerita lebih menarik dan berkesan. Hal tersebut erat kaitannya
dengan kemampuan pengarang dalam penulisan cerita dengan penggunaan
bahasa, karena cerita pada dasarnya bermediakan bahasa.
- Gaya Bahasa
Dalam persoalan gaya bahasa meliputi semua herarhi kebahasaan yaitu
pilihan kata secara individual, frase, klausa, kalimat dan mencakup pula
sebuah wacana secara keseluruhan (Keraf, 1984:112).
Pengembangan bahasa melalui sastra dikatakan bersifat pribadi karena
sastra itu sendiri merupakan kegiatan yang pribadi dan perorangan, ia
merupakan pengungkapan apa-apa yang menjadi pilihan pribadinya, hasil
seorang sastrawan melihat lingkungannya dan memandang ke dalam dirinya.
Atar Semi (1988:49) menyatakan bahwa gaya bahasa yang digunakan oleh
sastrawan, meskipun tidaklah terlalu luar biasa, adalah unik, karena
selain dekat dengan watak jiwa penyair; juga membuat bahasa yang
digunakannya berbeda dengan makna dan kemesraannya. Dengan gaya tertentu
seorang pengarang dapat mengekalkan pengalaman rohaninya dan
penglihatan batinnya, serta dengan itu pula ia menyentuh dan menggelitik
hati pembacanya. Karena gaya bahasa itu berasal dari batin seorang
pengarang, maka gaya bahasa yang digunakan oleh seorang pengarang dalam
karyanya secara tidak langsung menggambarkan sikap dan karakteristik
pengarang tersebut.
Sedangkan Muchin Ahmadi, dkk (1984:7) mendifinisikan gaya bahasa sebagai
kenyataan penggunaan bahasa (phenomena) yang istimewa dan tidak dapat
dipisahkan dari cara-cara atau teknik seorang pengarang dalam
merefleksikan pengalaman, bidikan, nilai-nilai kualitas, kesadaran
pikiran dan pandangannya yang istimewa. Secara tentatif tetapi praktis
gaya bahasa dapat dibatasi pengertian dasarnya sebagai suatu pengaturan
kata-kata dan kalimat-kalimat yang paling mengekspresikan tema, ide,
gagasan dan perasaan serta pengalaman pengarang. Secara garis besar gaya
bahasa dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu : (1) gaya bahasa
perasosiasian pikiran, dan (2) gaya bahasa penegasan, penekanan dan
penguatan.
Gaya Berbicara
Pada dasarnya gaya bercerita juga berperan penting bagi pengarang untuk
menulis cerita, di samping gaya bahasa yang dipergunakannya, karena
pengertian gaya cerita atau gaya bahasa pada umumnya dapat dijelaskan
sebagai salah satu metode pengarang dalam melukiskan cerita, sehingga
cerita dapat menarik bagi pembaca.
Dalam penulisan cerita, biasanya setiap pengarang mempunyai gaya yang
lain daripada yang lain. Pengarang biasa memperhatikan latar tepat atau
waktu sebagai pembuka atau penutup cerita, akan tetapi ada pula yang
menekankan pada tokoh atau penokohannya. Oleh karena cerita bermediakan
bahasa, maka gaya bercerita erat kaitannya dengan bentuk cerita yang
ditumpukan dalam bentuk frase, kata, kalimat bahkan paragraf, sehingga
semuanya membentuk struktur wacana cerita (Ihsan, 1990:63).
f. Tema
Menurut Scharbach dalam Aminuddin (1987:91), tema adalah ide yang
mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak
pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Lebih lanjtu
Brooks berpendapat seperti yang dikutip Aminudddin (1987:72), bahwa
dalam mengapresiasi suatu cerita, apresiator harus memahami ilmu
humanitas, karena tema sebenarnya merupakan pendalaman dan hasil
kontemplasi pengarang yang berkaitan dengan masalah kemanusian serta
masalah lain yang bersifat universal.
Tema sebagaimana pendapat Sudjiman (1988:51) merupakan sebuah gagasan
yang mendasari karya sastra. Tema kadang-kadang di dukung oleh
pelukisan latar, dalam karya yang lain tersirat dalam lakukan tokoh,
atau dalam penokohan. Tema bahkan menjadi faktor yang mengikat
peristiwa-peristiwa dalam satu alur.
Tema sebagaimana pendapat-pendapat di atas merupakan pemikiran pusat
yang inklusif di dalam sebuah cerita (karya sastra). Kedudukannya
menyebar pada keseluruhan unsur-unsur signifikan karya sastra. Tema
tersebut ada yang dinyatakan dengan jelas, ada pula yang dinyatakan
secara simbolik atau tersembunyi (Scharbach, 1963:273). Aminuddin
(1987:92) merinci upaya pemahaman tema sebagai berikut:
– Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca
– Memahami penokohan atau perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.
– Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca.
– Memahami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.
– Menghubungkan pokok pikiran-pokok pikiran yang satu dengan yang
lainnya yang disimpulkan dari satu-satuan peristiwa yang terpapar dalam
suatu cerita.
– Menentukan sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkan.
– Mengidentifikasikan tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan
bertolak dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair terhadap pokok
pikiran yang ditampilkannya.
– Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam
satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang
dipaparkan.
Selain upaya pemahaman tema seperti di atas, untuk memahami tema,
seorang pembaca atau paresiator perlu juga memahami latar belakang
kehidupan yang diungkapkan pengarang lewat prosa fiksi yang merupakan
usaha pengarang dalam memahami keseluruhan masalah kehidupan yang
berhubungan dengan keberadaan seorang individu maupun dalam hubungan
antara individu dengan kelompok masyarakatnya.
D. Unsur Ekstrinsik Cerpen atau novel
Unsur ekstrinsik merupakan unsur dari luar yang turut mempengaruhi
terciptanya karya sastra. Unsur ekstrinsik meliputi biografi pengarang,
keadaan masyarakat saat karya itu dibuat, serta sejarah perkembangan
karya sastra. Melalui sebuah karya novel kita kadang secara jelas dapat
memperoleh sedikit gambaran tentang biografi pengarangnya. Melalui
sebuah novel kita pun dapat memperoleh gambaran tentang budaya dan
keadaan masyarakat tertentu saat karya itu dibuat.
Nilai-nilai dalam karya sastra dapat ditemukan melalui unsur ekstrinsik
ini. Seringkali dari tema yang sama didapat nilai yang berbeda,
tergantung pada unsur ekstrinsik yang menonjol. Misalnya, dua novel
sama-sama bertemakan cinta, namun kedua novel menawarkan nilai yang
berbeda karena ditulis oleh dua pengarang yang berbeda dalam memandang
dan menyingkap cinta, latar belakang pengarang yang berbeda, situasi
sosial yang berbeda,dan sebagainya.
Nilai-nilai yang terkandung
a. Nilai social masyarakat, sifat yang suka memperhatikan kepentingan umum (menolong, menderma, dan lain-lain).
b. Nilai budaya Nilai yang berkaitan dengan pikiran, akal budi,
kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat suatu tempat yang menjadi
kebiasaan dan sulit diubah.
c. Nilai ekonomi Nilai yang berkaitan dengan pemanfaatan dan asas-asas
produksi, distribusi, pemakaian barang, dan kekayaan (keuangan, tenaga,
waktu, industri, dan perdagangan).
d. Nilai filsafat, hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.
e. Nilai politik, Nilai yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku.
f. Nilai moral (nilai etik) adalah nilai untuk manusia sebagai pribadi
yang utuh, misalnya kejujuran; nilai yang berhubungan dengan akhlak;
nilai yang berkaitan dengan benar dan salah yang dianut oleh golongan
atau masyarakat.
g. Nilai keagamaan adalah konsep mengenai penghargaan tinggi yang
diberikan oleh warga masyarakat pada beberapa masalah pokok dalam
kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga menjadikan pedoman bagi
tingkah laku warga masyarakat bersangkutan. pandangan pengarang itu
diakui sebagai nilai-nilai kebenaran olehnya dan ingin disampaikan
kepada pembaca melalui karya sastra.
Nilai moral dan nilai keagamaan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya. Pandangan hidup yang berhubungan dengan moral itu bersumber
dari nilai keagamaan. Seseorang bisa dikatakan orang bermoral, karena
orang itu beragama. Moral lebih dekat hubungannya antara manusia dengan
manusia, sedangkan agama hubungannya antara manusia dengan Tuhan.
E. Menulis Cerita Pendek Atau Novel
Pernahkah kamu menulis sebuah cerita pendek? Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Depdikbud, 1997:186-187), cerita pendek adalah karya sastra
yang berupa kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan
kesan tunggal yang dminan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam
satu situasi (pada suatu ketika).
Berdasarkan pengertian di atas, cerita pendek mengisahkan kehidupan sang
tokoh yang berada dalam satu peristiwa atau satu kejadian. Tokoh yang
dikisahkan dapat berupa tokoh imajinatif atau tokoh nyata yang dekat
dengan kehidupan pengarangnya.
Perhatikan langkah-langkah menulis cerita pendek berikut ini!
1. Tentukanlah tokoh cerita yang akan dikisahkan!
Penentuan tokoh yang akan dipilih tentu tidak sulit karena selama
hidupmu biasanya ada teman-teman teordekat yang biasa menjadi tempat
mengadu, berdialog, tukar pikiran, minta saran, atau mendengarkan keluh
kesah hidup dan cintanya.
Untuk itu, sebagai bahan penulisan cerita pendek ini, kamu tinggal pilih
kisah siapakah yang akan diceritakan. Atau, mungkin kamu pernah
mendengar kisah tragis kehidupan seorang tokoh terkenal. Atau mungkin
pula tokohoperaih prestasi lah raga dunia. Yang terpenting, tokoh yang
akan kamu ceritakan, peristiwa yang terjadi, tempat dan waktu kejadian,
dan orang-orang yang terlibat di dalamnya betul-betul kamu ketahui.
Berdasarkan fungsinya, tokoh cerita dapat dibedakan atas tokoh sentral
dan tokoh bawahan (Sudjiman, 1992: 17). Tokoh yang memegangoperan
pimpinan disebut tokoh utama atau prtagnis. Tokoh ini menjadi tokoh
sentral dalam cerita. Kriteria tokoh utama bukan frekuensi
kemunculannya, melainkan berdasarkan intensitas keterlibatannya dalam
peristiwa yang membangun cerita.
Selain tokoh prtagnis, ada tokoh sentral yang termasuk tokoh utama yang
disebut tokoh antagnis yaitu tokoh yang merupakan penentang atau lawan.
Tokoh prtagnis mempunyai karakter baik dan terpuji, sedangkan tokoh
antagnis mempunyai karakter yang jahat atau salah.
Yang dimaksud dengan tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral
karena kehadirannya hanya untuk menunjang atau mendukung tokoh utama.
Untuk kepentingan penulisan cerita pendek yang kamu susun, tentukanlah
tokoh-tokoh cerita tersebut termasuk karakter penokohannya.
2. Urutkan alur cerita berdasarkan urutan peristiwa sesuai dengan waktu dan tempat kejadian!
Tuliskan peristiwa yang akan dikisahkan. Urutkan peristiwa yang akan
dikisahkan berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Setelah
tergambar peristiwa yang akan dikisahkan, kamu dapat mengembangkan alur
ceritanya dari awal hingga akhir kejadian (alur maju). Atau sebaliknya,
kamu dapat mengawali cerita dari kejadian terakhir baru kamu uraikan
kejadian-kejaian sebelumnya (alur mundur/flashback). Atau, kamu dapat
menguraikan kejadiannya dengan cara gabungan dari setiap peristiwa
karena peristiwa yang satu berkaitan erat dengan kejadian yang lainnya
(alur gabung).
Setelah itu kamu tinggal menentukan, alur cerita mana yang akan kamu
tentukan agar cerita ini lebih menarik. Faktor latar cerita
memegangoperanan penting, tentu peristiwa yang dikisahkan sangat
berkaitan dengan waktu dan tempat. Untuk itu, identifikasi setiap
peristiwa yang dikisahkan dengan waktu dan tempat kejadiannya.
3. Kembangkanlah ide-ide cerita yang sudah kamu identifikasi tadi ke
dalam bentuk cerpen dengan memerhatikan teknik penceritaan yang menarik!
Menurut Sudjiman (1992: 91-101), terdapat beberapa teknik penceritaan
yaitu teknik pemandangan (panoramic/pictrial technique), teknik adegan
(scenic technique), teknik montase, teknik kolase, dan teknik asosiasi.
Teknik pemandangan umumnya lebih jelas dan terinci memberitahukan
waktu dan tempat cerita, serta membangun konteks tindakan dan kejadian
yang dikisahkan.
contoh teknik pemandangan
Mereka berhenti di depan meja-meja penuh makanan. Ekspresi Chelsea
berubah serius. Tatapannya melembut, srt matanya hangat dan penuh
simpati. Itulah yang disukai Jake pada diri Chelsea. Cewek itu baik
hati. Ia bukannya cuma ingin menunjukkan padamu seberapa hebatnya dia
dibandingkan dirimu.
Teknik adegan umumnya menyajikan cerita dengan menyajikan adegan
atau peristiwa dengan latar fisik yang jelas. Pembaca akan merasakan
bahwa dia terlibat dalam cerita dan peristiwa yang dikisahkan.
contoh teknik adegan
”Aku tahu” Rita balas berbisik. tapi kita kan sudah di sini, jadi
sekalian saja kita Lihat-lihat. Diguncangkannya senternya, berharap
sinarnya bisa lebih terang. Rambut Rita yang hitam jatuh di matanya. Ia
menyibakkannya dan bergerak lebih dekat kepada Roni.
Teknik montase yakni teknik penceritaan dengan cara memotong-motong
cerita sehingga akan menghasilkan cerita yang terputus-putus. Pembaca,
kadang-kadang merasa pusing atas kekacauan cerita yang tidak logis dan
sistematis yang memang disengaja oleh penceritanya.
Contoh Teknik Montase
Emry tak pemah bicara dengan suara pelan ia cuma bisa bicara dengan
suara keras, selah-lah berada di panggung opera. Dengan rambut hitam
berantakannya yang tak pernah tersentuh oleh sisir, dan suaranya yang
dalam dan menggelegar, ke mana pun emry pergi, ia selalu menarik
perhatian. Berpikirnya cepat. Bicaranya cepat. Ia tak pemah berjalan,
ia selalu berlari. Ia selalu tampak terburu-buru, ia selalu melakukan
enam hal sekaligus, memberi instruksi pada selusin orang, bicara cepat
dan pada saat yang sama membuat catatan kecil ”kayaknya sih nggak ada,
orang jake”. Diangkatnya setengah potong sandwich ayam dan dijatuhkannya
ke piring kertasnya. Ia berpikir keras. ”Yah…Aku bisa nntn gratis. Itu
lumayan asyik” ia mengakui. ”Tapi hampir semua anak di sekolah kita
juga, bisa nonton gratis,”
jake menambahkan. “adi kurasa itu nggak ada artinya.”
Teknik kolase adalah teknik penyajian cerita yang sarat dengan
kutipan dari karya sastra yang lain. Kadang-kadang cerita
terpotong-potong dan tidak berhubungan karena adanya penempelan kutipan
karya lain. Teknik asosiasi adalah teknik penceritaan dengan cara
mengasosiasikan dengan hal lain yang bertautan atau berhubungan.
Asosiasi dapat terbentuk dalam diri tokoh, pembaca, atau pencerita.
contoh teknik kolase
Jake tahu ada yang tidak beres begitu ia dan ayahnya memasuki kelas.
Tubuh emry langsung kaku. Ia menurunkan pandangannya. Matanya menyapu
ruangan yang terang benderang itu. Suara desisan yang mendirikan bulu
kuduk muncul dari bagian depan kelas. ”Sheila?” Seru Emry seraya
menghentikan langkah di depan pintu. ”di mana para kru?” Jake berjalan
pelan ke sisi Emry dan memandang isi ruangan. Ia tidak melihat Sheila.
Ia tidak melihat satu pun kru di sana.
Teknik asosiasi adalah teknik penceritaan dengan cara mengasosiasikan
dengan hal lain yang bertautan/berhubungan. Asosiasi dapat terbentuk
dalam diri tokoh, pembaca, atau pencerita.
contoh teknik asosiasi
Apa tidak mungkin ia berubah menjadi ular besar pada suatu waktu? Dan
jika terjadi demikian, pastilah pahlawan itu menggantung diri. Sebab ia
malu. Apa tidak mungkinoperawan itu telah menggantung diri? Telah habis
plisi mencari keteorangan. Tapi jawab tetangga selalu tidak tahu.
Berdasarakan teknik penceritaan yang telah diuraikan di atas, kamu dapat
memilih teknik mana yang akan dipilih untuk mengembangkan ide cerita
pendek yang akan ditulis. Kamu dapat menggunakan ragam bahasa yang
menarik sesuai dengan tema cerita yang disampaikan.
F. Menyadur cerpen atau novel menjadi drama
Menyadur adalah menyusun kembali cerita secara bebas tanpa merusak garis
besar cerita (KBBI, 2001: 976). Cerpen terdiri atas paragraf-paragraf,
sedangkan drama terdiri atas adegan-adegan dan dialog.
Langkah-langkah menyadur drama adalah
1. Membaca cerpen tersebut dengan teliti
2. Mengenali unsur-unsur cerpen, kemudian mencatat unsur-unsur tersebut.
3. Menyempurnakan catatan dari awal sampai akhir.
Menyadur cerpen dapat dilakukan juga dengan cara memperluas unsur intrinsik dan unsur-unsur lain yang mendukung cerpen misalnya:
1. menambah tokoh
2. mengembangkan penokohan
3. menghidupkan konflik
4. menghadirkan latar yang mendukung
5. memunculkan penampilan (performance)
Sebelum Anda menyadur cerpen menjadi drama pahamilah bagian-bagian drama berikut ini:
1. pengenalan
2. pemunculan peristiwa atau masalah
3. situasi menjadi rumit atau masalah menjadi kompleks
4. masalah/persoalan mencapai klimaks/titik kritis
5. situasi surut dan penyelesaiannya
G. Definisi Hikayat
Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1985:59) mengatakan bahwa hikayat adalah
jenis prosa, cerita Melayu Lama yang mengisahkan kebesaran dan
kepahlawanan orang orang suci di sekitar istana dengan segala kesaktian,
keanehan, dan mirip cerita sejarah atau membentuk riwayat hidup.
Contoh:
- Hikayat Indera Bangsawan;
- Hikayat Iskandar Zulkarnaen;
- Hikayat Bayan Budiman
Hikayat merupakan bentuk cerita yang berasal dari Arab. Mulai dikenal di
Indonesia sejak masuknya ajaran Islam ke Indonesia. Hikayat itu hampir
mirip dengan dongeng, penuh dengan daya fantasi. Biasanya berisi cerita
kehidupan seputar istana. Kisah cerita anak-anak raja, pertempuran
antarnegara, seorang pahlawan yang memiliki senjata sakti, dan
sebagainya. Hikayat sering kali disebut sebagai dongeng istana. Tokoh
dalam hikayat sudah dapat dipastikan raja, permaisuri, putra dan putri
raja, juga para kerabat raja. Cerita terjadi di negeri Antah Berantah,
dan selalu berakhir dengan kemenangan tokoh yang selalu berpihak pada
hal yang benar.
Hikayat adalah karya sastra lama Melayu yang berbentuk prosa yang berisi
cerita, undang-undang, dan silsilah bersifat rekaan, keagamaan,
historis, biografis, atau gabungan atau sekadar untuk meramaikan pesta.
Misalnya: Hikayat Hang Tuah, Hikayat Seribu Satu Malam
1. Ciri-ciri hikayat
a Sebagian besar berupa sastra lisan (disampaikan dari mulut kemulut);
b Anonim (tidak dikenal nama pengarangnya);
c Komunal (hasil sastra yang ada dianggap milik bersama);
d Statis (tidak mengalami perubahan atau perkembangan);
e Tidak berangka tahun (tidak diketahui secara pasti kapan karya tersebut dibuat); dan
f Istana sentris/kraton sentries kehidupan raja-raja dan kaum kerabatnya).
2. Ciri khas sebuah hikayat:
a Menimba bahannya dari kehidupan raja-raja dan dewa-dewi,
b Isinya dongeng yang serba indah yang membawa pikiran sifat-sifat itu, dibaca untuk pelipur
c Pembaca ke alam khayal, dan lara, pembangkit semangat juang,
d Melukiskan peperangan yang hebat, dahsyat, tempat para raja/dewa
mempertunjukkan kesaktiannya untuk merebut kerajaan atau seorang puteri.
e Dalam hikayat biasanya tak ketinggalan dilukiskan peperangan yang menunjukkan bentuk kesaktiannya rajaan atau seorang putri.
H. Perbedaan Hikayat dengan Novel
Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan
watak dan sifat setiap pelaku.
Istilah novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti kabar atau
berita. Adapun ciri khas sebuah novel di antaranya: di dalam sebuah
novel terdapat konflik yang mengakibatkan perubahan nasib pada pelakunya
menceritakan satu segi kehidupan pelaku jalan ceritanya singkat; hanya
mengenai hal-hal yang pokok/garis besarnya
Hikayat dan novel keduanya merupakan bentuk karya sastra yang berupa
prosa. Bedanya, hikayat merupakan bagian dari prosa lama sedangkan novel
bagian dari prosa baru.
Dalam perkembangannya, kini kita lebih mengenal bentuk novel daripada
hikayat. Hikayat merupakan peninggalan sastra Melayu. sementara novel
bagian dari perkembangan hasil karya sastra Indonesia. Kini kita banyak
mengenal hasil karya novel populer maupun novel yang tergolong karya
sastra. Bahkan novel terjemahan dari berbagai negara pun banyak
diterbitkan di Indonesia.
Jika bukan kita yang mencintai bahasa dan sastra Indonesia. Siapa lagi ? semua dimulai dari diri sendiri
Selasa, 26 Mei 2015
Mengenal Karya Ilmiah
Karya Ilmiah adalah karya tulis yang penyusunan dan penyajiannya didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah.
Penyusunan dan penyajian karya didahului oleh studi pustaka dan studi lapangan.
Ciri-ciri karya ilmiah:
1. Ingin tahu
Dengan selalu bertanya tentang berbagai hal.
2. Kritis
Direalisasikan dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya, baik dengan jalan bertanya kepada siapa saja yang diperkirakan mengetahui masalah maupun dengan membaca sebelum menentukan pendapat untuk ditulis.
3. Terbuka
Selalu mendengarkan keterangan dan argumentasi orang lain.
4. Objektif
menyatakan apa adanya tanpa perasaan pribadi.
5. Rela menghargai karya orang lain
Mengutip, menyatakan terima kasih dan menganggapnya sebagai karya orisinil milik pengarangnya.
6. Berani mempertahankan kebenaran
Membela fakta atas hasil penelitiannya.
7. Menjangkau ke depan
“Futuristik” berpandangan jauh, mampu membuat hipotesis dan membuktikannya, bahkan mampu menyusun teori baru.
Macam-macam karya ilmiah:
Paper atau lebih populer dengan sebutan karya tulis, adalah karya ilmiah berisi ringkasan atau resume dari suatu mata kuliah tertentu atau ringkasan dari suatu ceramah yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswanya.
2. Pra skripsi
Pra skripsi adalah karya tulis ilmiah pendidikan yang digunakan sebagai persyaratan mendapat gelar sarjana muda. Karya ilmiah ini disyaratkan bagi mahasiswa pada jenjang akademik atau setingkat diploma 3(D-3).
3. Skripsi
Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta-fakta empiris-objektif baik berdasarkan penelitian langsung (observasi lapangan) maupun penelitian tidak langsung (study kepustakaan).
4. Thesis
Thesis adalah suatu karya ilmiah yang sifatnya lebih mendalam dari pada skripsi, thesis merupakan syarat untuk mendapatkan gelar magister (S-2).
5. Disertasi
Disertasi adalah suatu karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta akurat dengan analisis terinci.
a. Naskah Seminar
Naskah Seminar adalah karya ilmiah yang berisi uraian dari topik yang membahas suatu permasalahan yang akan di sampaikan dalam forum seminar. Naskah ini bisa berdasarkan hasil penelitian pemikiran murni dari penulisan dalam membahas atau memecahkan permasalahan yang dijadikan topik atau dibicarakan dalam seminar.
b. Naskah Bersambung
Naskah Bersambung sebatas masih berdasarkan ciri-ciri karya ilmiah, bisa disebut karya tulis ilmiah. Bentuk tulisan bersambung ini juga mempunyai judul atau title dengan pokok bahasan (topik) yang sama, hanya penyajiannya saja yang dilakukan secara bersambung, atau bisa juga pada saat pengumpulan data penelitian dalam waktu yang berbeda.
2. Laporan hasil Penelitian
Laporan adalah bagian dari bentuk karya tulis ilmiah yang cara penulisannya dilakukan secara relatif singkat. Laporan ini bisa di kelompokkan sebagai karya tulis ilmiah karena berisikan hasil dari suatu kegiatan penelitian meskipun masih dalam tahap awal.
3. Jurnal Penelitian
Jurnal penelitian adalah buku yang terdiri karya ilmiah terdiri dari asal penilitian dan resensi buku. Penelitian jurnal ini harus teratur continue, dan mendapatkan nomor dari perpustakaan nasional berupa ISSN(international standard serial number).
Tujuan Penulisan Karya Ilmiah
Bagian Pembuka
Penyusunan dan penyajian karya didahului oleh studi pustaka dan studi lapangan.
Ciri-ciri karya ilmiah:
- Menyajikan fakta objektif secara sistematis,
- Ditulis secara cermat, tepat, benar, dan tulus,
- Tidak mempunyai motif ambisius dan berprasangka,
- Karangan ilmiah bersifat sistematis, ditulis secara konseptual dan procedural,
- Karangan ilmiah tidak bersifat emotif,
- Karangan ilmiah tidak bersifat argumentatif dan persuasif,
- Karangan ilmiah ditulis dengan menggunakan ragam bahasa ilmiah.
1. Ingin tahu
Dengan selalu bertanya tentang berbagai hal.
2. Kritis
Direalisasikan dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya, baik dengan jalan bertanya kepada siapa saja yang diperkirakan mengetahui masalah maupun dengan membaca sebelum menentukan pendapat untuk ditulis.
3. Terbuka
Selalu mendengarkan keterangan dan argumentasi orang lain.
4. Objektif
menyatakan apa adanya tanpa perasaan pribadi.
5. Rela menghargai karya orang lain
Mengutip, menyatakan terima kasih dan menganggapnya sebagai karya orisinil milik pengarangnya.
6. Berani mempertahankan kebenaran
Membela fakta atas hasil penelitiannya.
7. Menjangkau ke depan
“Futuristik” berpandangan jauh, mampu membuat hipotesis dan membuktikannya, bahkan mampu menyusun teori baru.
Macam-macam karya ilmiah:
- Karya ilmiah pendidikan:
Paper atau lebih populer dengan sebutan karya tulis, adalah karya ilmiah berisi ringkasan atau resume dari suatu mata kuliah tertentu atau ringkasan dari suatu ceramah yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswanya.
2. Pra skripsi
Pra skripsi adalah karya tulis ilmiah pendidikan yang digunakan sebagai persyaratan mendapat gelar sarjana muda. Karya ilmiah ini disyaratkan bagi mahasiswa pada jenjang akademik atau setingkat diploma 3(D-3).
3. Skripsi
Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta-fakta empiris-objektif baik berdasarkan penelitian langsung (observasi lapangan) maupun penelitian tidak langsung (study kepustakaan).
4. Thesis
Thesis adalah suatu karya ilmiah yang sifatnya lebih mendalam dari pada skripsi, thesis merupakan syarat untuk mendapatkan gelar magister (S-2).
5. Disertasi
Disertasi adalah suatu karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta akurat dengan analisis terinci.
- Karya ilmiah Penelitian :
a. Naskah Seminar
Naskah Seminar adalah karya ilmiah yang berisi uraian dari topik yang membahas suatu permasalahan yang akan di sampaikan dalam forum seminar. Naskah ini bisa berdasarkan hasil penelitian pemikiran murni dari penulisan dalam membahas atau memecahkan permasalahan yang dijadikan topik atau dibicarakan dalam seminar.
b. Naskah Bersambung
Naskah Bersambung sebatas masih berdasarkan ciri-ciri karya ilmiah, bisa disebut karya tulis ilmiah. Bentuk tulisan bersambung ini juga mempunyai judul atau title dengan pokok bahasan (topik) yang sama, hanya penyajiannya saja yang dilakukan secara bersambung, atau bisa juga pada saat pengumpulan data penelitian dalam waktu yang berbeda.
2. Laporan hasil Penelitian
Laporan adalah bagian dari bentuk karya tulis ilmiah yang cara penulisannya dilakukan secara relatif singkat. Laporan ini bisa di kelompokkan sebagai karya tulis ilmiah karena berisikan hasil dari suatu kegiatan penelitian meskipun masih dalam tahap awal.
3. Jurnal Penelitian
Jurnal penelitian adalah buku yang terdiri karya ilmiah terdiri dari asal penilitian dan resensi buku. Penelitian jurnal ini harus teratur continue, dan mendapatkan nomor dari perpustakaan nasional berupa ISSN(international standard serial number).
Tujuan Penulisan Karya Ilmiah
- Sebagai wahana melatih mengungkapkan pemikiran atau hasil penelitiannya dalam bentuk tulisan ilmiah yang sistematis dan metodologis.
- Menumbuhkan etos ilmiah di kalangan mahasiswa, sehingga tidak hanya menjadi konsumen ilmu pengetahuan, tetapi juga mampu menjadi penghasil (produsen) pemikiran dan karya tulis dalam bidang ilmu pengetahuan, terutama setelah penyelesaian studinya.
- Karya ilmiah yang telah ditulis itu diharapkan menjadi wahana transformasi pengetahuan antara sekolah dengan masyarakat, atau orang-orang yang berminat membacanya.
- Membuktikan potensi dan wawasan ilmiah yang dimiliki mahasiswa dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam bentuk karya ilmiah setelah yang bersangkutan memperoleh pengetahuan dan pendidikan dari jurusannya.
- Melatih keterampilan dasar untuk melakukan penelitian.
- Melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif;
- Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber;
- Mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan;
- Meningkatkan pengorganisasian fakta/data secara jelas dan sistematis;
- Memperoleh kepuasan intelektual;
- Memperluas cakrawala ilmu pengetahuan
Bagian Pembuka
- Halaman judul.
- Lembar pengesahan.
- Motto dan Persembahan
- Kata pengantar.
- Daftar isi.
- Daftar Lampiran.
- Latar belakang masalah.
- Rumusan masalah.
- Tujuan penelitian.
- Manfaat penelitian.
- Pembahasan teori
- Kerangka pemikiran dan argumentasi keilmuan
- Pengajuan hipotesis
- Waktu dan tempat penelitian.
- Metode dan rancangan penelitian
- Populasi dan sampel.
- Instrumen penelitian.
- Pengumpulan data dan analisis data.
- Jabaran varibel penelitian.
- Hasil penelitian.
- Pengajuan hipotesis.
- Diskusi penelitian, mengungkapkan pandangan teoritis tentang hasil yang didapatnya.
- Kesimpulan
- Saran
- Daftar pustaka.
- Lampiran- lampiran antara lain instrumen penelitian.
Langganan:
Postingan (Atom)